Sikap Kritis Mencerahkan Bernuansa Tawadlu'

SIKAP KRITIS MENCERAHKAN BERNUANSA TAWADLU'

Oleh: Dr. H. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag.
Rektor Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara (UNISNU JEPARA)


Nahdlatul Ulama (NU) memasuki Abad kedua dari kelahirannya 16 Rajab 1344 Hijriyah, tidak henti-hentinya ulama, kiai-kiai maupun intelektual bergegas membuat dan memperbaiki gambaran serta konsep untuk mengatur dasar serta filosofi kehidupan umat, bangsa, dan masyarakat yang dibina berdasarkan Syari'at Islam.

Untuk menapaki realitas keseharian yang rutin maupun yang ideal transendental, telah ditampilkan dengan cara spirit dan corak gerak dinamis berjamaah secara nasional bersama pimpinan bangsa, masyarakat dan warga Nahdliyyin yang dikemas dalam jargon Merawat Jagat, Membangun Peradaban: Yang sesungguhnya jagat alam raya ini adalah earth par excellence, tempat peradaban, madaniyyah atau tamaddun memberikan peluang suasana ruang-waktu barunya bagi warga NU membina gerakan kemanusiaan dengan sikap kritis mencerahkan bernuansa tawadlu'.

Cita ideal itu membawa misi ulama atau orang alim, yaitu orang yang pengetahuannya menimbulkan sifat khasyyah kepada Allah. Misi ini mendasari gerak kreatif peradaban, perlu disadari bahwa antara ilmu dengan khasyyah yakni sikap mental-spiritual berketuhanan itu memiliki korelasi, karena keberagamaan itu inheren dengan ilmu.

Selamat dan sukses untuk Pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah memulai merawat jagat dan membangun peradaban, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa melimpahkan rahmah, hidayah dan 'inayah-Nya kepada seluruh jajaran Pengurus, bersama seluruh warga NU tercipta kerukunan yang menyejukkan dengan shilaturrahim yang diliputi kelembutan hati dan kasih-sayang. Sungguh teladan yang terpuji, NU menampilkan ulama serta kiai-kiai sebagai orang-orang panutan, yang karena ilmu dan tuntunannya dapat mencapai khasyyah kepada Allah. 

Akan tetapi sungguh tidak diharapkan orang berilmu dan tidak memiliki sikap beragama yang kokoh, karena tentu ilmunya itu tidak bermanfaat. Juga jangan sampai terjadi.. orang berilmu dan melepaskan tanggung jawabnya karena mengikuti hawa nafsunya. Karena itu dengan al-muhafazhatu 'alal-qadimish-shalih wal-akhdzu bil-jadidil-ashlah (melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik) kita perlu memiliki sikap kritis tapi yang mencerahkan bernuansa tawadlu', dari dunia pondok pesantren NU memiliki tradisi keilmuan bahtsul masail, musyawarah dan munazharah yang  dalam kematangan berilmu harus lebih dialogis. Tidak ada lagi sikap menyudutkan, dan cara pandang berbeda tidak perlu diisolasi.

NU memiliki banyak potensi, yang dalam rentang waktu cukup lama bergumul dengan tradisi dan budaya, pun secara substansial ajaran Islam ahlussunnah wal-jama'ah terjaga kokoh. Secara kultural masyarakat luas telah memperoleh segi positif dan kebermanfaatan dari NU, kini kemandirian NU harus mengemuka guna membina perekonomian untuk memperkuat berdirinya universitas dan rumah sakit .

Membangun peradaban yang ditopang oleh potensi NU sendiri harus dimulai. Ketika kekayaan potensi kita belum terwadahi di rumah sendiri, baik universitas dan rumah sakit, justru mencari sendiri dan ditampung di universitas lain dan rumah sakit lain.

Ke-NU-an dan Ahlussunnah wal-Jama'ah di samping diamalkan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat luas --tentu juga warga NU-- juga telah ditampilkan sebagai ilmu. Karenanya upaya transformasi NU dan Ahlussunah wal-Jama'ah dari fenomena pesantren secara spiritual dan kejiwaan, yakni tekad yang tidak mengenal kalah dalam khidmah dan berjuang menebar kebenaran yang baik-indah untuk berdirinya Universitas Nahdlatul Ulama dan Rumah Sakit Nahdlatul Ulama.

Keserasian NU yang dirasakan kebermanfaatannya bagi kehidupan umat manusia, sudah barang pasti harapannya jangan sampai mengalami degenerasi menjadi kekuatan-kekuatan yang memecah-belah masyarakat. Tentunya ulama, kiai-kiai, para santri, intelektual dan mahasiswa dalam wadah NU harus saling bershilaturrahim, saling berkonsultasi. Bahaya-bahaya demogagi harus dihindarkan.

Rabbanaghfirlana wa li ikhwanina alladzina sabaquna bil iman wa taj'al fi qulubina ghillan lilladzina amanu rabbana innaKa Ra`ufur Rahim