Hari Ibu: Setangkai Melati dengan Kuntumnya

Setiap orang memiliki sebutan masing-masing dalam memanggil seseorang yang telah mengandung, melahirkan, merawat dan mendidik kita sampai saat ini. Ada yang memanggilnya Ibu, Bunda, Ummi, Mama, Emak, Biyung atau yang lainnya. Bukan menjadi masalah ketika seseorang mempunyai pilihan masing-masing dalam memanggil, yang terpenting adalah bagaimana kita memberikan aliran kasih yang tidak pernah surut untuk beliau. Kata ibu memiliki makna yang sangat mendalam bagi setiap orang. Beliau bak malaikat yang dikirim Allah SWT untuk kita, hingga banyak sekali cara untuk mengapresiasi semua peran dan jasa seorang ibu.

Bila di luar negeri, kita kenal dengan istilah “Mother Day, maka di negeri Indonesia tercinta ini, kita mengenal “Hari Ibu” yang diperingati setiap tanggal 22 Desember. Peringatan Hari Ibu di berbagai negara di dunia memiliki tanggal yang berbeda, menyesuaiakan sejarah, kebudayaan, maksud dan tujuan peringatan. Di Indonesia, penetapan tanggal 22 Desember diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Pada peringatan hari Ibu ke-25 tahun 1953, lebih dari 85 kota di Indonesiaa dari Meulaboh sampai Ternate merayakan Hari Ibu dengan meriah. Hingga disebut sebagai peringatan paling meriah waktu itu. Melihat antusiasme masyarakat dalam perayaan Hari Ibu, kemudian secara resmi melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun1959 Presiden Soekarno menetapkan bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu yang diperingati secara nasional hingga saat ini.

Tujuan awal dari peringtan hari ibu adalah mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa Indonesia. Semangat juang kaum perempuan Indonesia itu tercermin dalam lambang Hari Ibu yang berupa setangkai bunga melati dengan kuntumnya. Bunga melati menjadi lambang dari sosok seorang ibu dan kuntum bunga melati merupakan lambang seorang anak. lambang tersebut menggambarkan: (1) kasih sayang kodrati antara ibu dan anak; (2) kekuatan, kesucian antara ibu dan pengorbanan anak; (3) kesadaran wanita untuk menggalang kesatuan  persatuan, keikhlasan bakti dalam pembangunan bangsa dan Negara.

Ibu dan anak sejatinya memiliki naluri kasih sayang. Selama 9 bulan ibu mengandung kita. Beliau mengikhlaskan perubahan tubuhnya demi nafas seorang anak yang ada di perutnya. Segala perih beliau jalani demi sebuah kehidupan. Selama 9 bulan itu pun beliau menjaga dan membawa kita kemanapun kaki melangkah. Pernahkah kita resapi betapa perjuangan ibu begitu mendalam, beliau menjaga kita di dalam kandungan dari detak jantung pertama sampai mempertaruhkan nyawa agar kita bisa lahir di dunia ini. Melalui ibu, kita juga disusukan dan dibesarkan dengan kasih sayang agar menjadi insan yang sempurna di dunia dan di akhirat.

Betapa luar biasa perjuangan ibu untuk kita. “maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia berkata “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan” Q.S Maryam:23 Hidup manusia tidak akan pernah lepas dari seorang insan bergelar ibu. Kasih sayang ibu tak pernah pupus bak lautan kasih yang tak pertepi. Beliau memiliki kekuatan dan kesucian hati untuk menjaga cinta kasih sampai kapan pun dan dalam keadaan apapun.

Menjadi seoarang  ibu, sarat dengan tugas mulia yang tak kenal istirahat. Segenap waktu dan tenaga dicurahkan untuk  mendidik anak, menjaga anak dengan senyum dan kelembutannya, selalu siap siaga dalam keadaan apapun bahkan dalam keadaan lelah dan lemah sekalipun. Jemari tangannya sigap melalukan pekerjaan rumah mulai dari memasak, mencuci, membersihkan rumah hinggaa pekerjaan lainnya. Bukan hanya itu, dalam letihnya, lisannya selalu dijaga penuh kasih dalam menyapa, menyejukkan dan menentramkan jiwa-jiwa yang sedih. Tangis, air mata seorang ibu mampu menggetarkan arsy dan doanya langsung di dengar Allah SWT. Restu ibu sangat mempengaruhi keberhasilan anak. Langkah anak akan mendapat banyak kemudahan jika disertai dengan restu seorang ibu. Ibu memiliki peran penting dalam menciptakan generasi masa depan. Kekuatan generasi masa depan bergantung pada kualitas ibu. Maka, perlu adanya kesadaran wanita untuk menggalang kesatuan persatuan, keikhlasan bakti dalam pembangunan bangsa  dan negara sesuai dengan makna lambang setangkai bunga melati dengan kuntumnya yang ketiga.

Tujuannya adalah agar mampu melahirkan generasi yang memiliki kekuatan besar dalam nasionalisme, dan mampu membangun bangsa menjadi lebih baik. Dalam hal ini wanita memang menduduki peran yang sangat penting, seperti yang terdapat dalam sebuah hadits “Wanita adalah tiang negara. Apabila baik wanitanya, maka akan baiklah negara. Dan apabila rusak wanitanya, maka hancurlah negara.” Hadist tersebut bisa kita resapi bahwa pertama, wanita adalah makhluk yang memiliki kemuliaan, sama dengan kemuliaan pria. Kedua, wanita memiliki peran yang sangat penting bahkan menjadi tolok ukur baik buruknya suatu negara. Sebagai seorang ibu, wanita merangkap tiga peran sekaligus, yaitu: sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai anggota masyarakat.

Di dalam rumah tangga, suami dan istri, masing-masing memiliki peran yang sama untuk saling mengasihi, mencintai, melengkapi, menghormati, menghargai, bekerja sama dan bertanggung jawab untuk menciptakan dan mempertahankan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rohmah. Dengan terciptanya rumah tangga yang harmonis, akan sangat mendukung dan mempermudah wanita dalam menjalani perannya sebagai seorang ibu. Tentunya seorang ibu akan merasa nyaman dan bahagia dalam mengasihi, melindungi, dan mendidik anak-anak. Mulai dari mendampingi setiap tumbuh kembang anak, memberi contoh akan tutur dan sikap yang baik, serta memberikan pendidikan yang terbaik hingga melahirkan generasi yang mampu mensejahterakan bangsa. Selain sebagai istri dan ibu, wanita juga merupakan anggota masyarakat yang harus ikut memajukan bangsa dan negara. Seperti tujuan awal, bahwa peringatan Hari Ibu adalah mengenang semangat juang para pejuang perempuan. Namun, bukan berarti wanita masa kini hanya dapat mengenang dan tak lagi berkesempatan untuk ikut berjuang.

Adanya emansipasi membuat wanita berkesempatan untuk menerima pendidikan bahkan menduduki jabatan seperti halnya kaum pria. Wanita yang mau dan mampu membuka mata untuk melihat lebih dalam tentang hal itu dan mau melangkah untuk berjuang dalam berkarya, melakukan hal positif demi meningkatkan persatuan kesatuan bangsa, berarti memberi andil dalam memajukan negara. Jika ketiga peran wanita ini bisa dilakukan dengan baik, ikhlas, dan penuh keseimbangan maka keluarga-keluarga Indonesia akan menjadi keluarga yang harmonis, melahirkan genarasi unggul, dan berkualitas sehingga dapat memajukan negara. Sebaliknya, jika wanita-wanita Indonesia tidak bisa menjalakan ketiga peran ini dengan baik maka akan lahir keluarga-keluarga yang kurang berkualitas dan dapat merusak negara. Inilah mengapa wanita disebut sebagai tiang negara.

Wanita akan menjadi ibu dan ibu memegang peran penting dalam perkembangan anak. Setiap ibu pasti mencintai anaknya. Maka, sebagai seorang anak, pupuklah cintamu untuk ibu sebanyak-banyaknya. Sejauh apapun ibumu berada, alirkan terus cinta dan doa untuknya. Seperti derasnya cinta dan doa ibumu yang tak pernah surut untukmu. Walau kau tak mampu untuk membayar lunas semua cinta, peluh, keringat, air mata dan perjuangan ibu, setidaknya berusahalah untuk tidak mengecewakan ibumu dan terus membuat ibumu tersenyum bangga padamu sampai akhir hayatmu. Jika lisanmu tak mampu mengutarakan cinta untuknya, setidaknya ucapakan terima kasih untuk ibu.

Jika tanganmu tak mampu menjabat tangan ibumu untuk meminta maaf, setidaknya berubahlah dan perbaiki kesalahanmu padanya. Jika kau tak mampu lagi mengutarakan cinta, menjabat tangan, dan memeluknya, bersujudlah kepada Allah SWT. Dengan do`a, akan menyejukkan hatinya. Di hari ibu ini, marilah kita tingkatkan cinta dan kasih kepada ibu. Bagi para Ibu Indonesia, mari kita tingkatkan peranan untuk generasi yang lebih baik. Layaknya setangkai bunga melati dengan kuntumnya, dimana kuntum itu pasti akan mekar seperti melati mekar yang indah. Anak-anak kita pun akan mampu berkarya dan membangun masa depan bangsa yang lebih baik. Salam Hari Ibu.

Dwiana Asih Wiranti, M.Pd.

(Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara)