MENJADI PRIBADI YANG MEMAAFKAN
Oleh: Dr. H. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag.
Rektor Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara (UNISNU JEPARA)
Orientasi spiritual manusia lahir-batin hanya tertuju kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Manusia diciptakan memiliki fithrah, yakni naluri beragama tauhid. Dalam peristiwa 'Iedul Fithri, mari kita mengenali diri (nafs) kita guna sadar merawat fithrah tauhid agar menjadi pribadi yang memaafkan, memperoleh kebahagiaan dalam ridla-Nya dan membina relasi kemanusiaan (shilah basyariyah) yang hakiki.
Adalah fakta moral yang tertanam-dalam, ketika disadari bahwa syeitan memulai kariernya secara bersamaan dengan manusia, syeitan dan manusia itu seusia. Sehingga merupakan tantangan abadi manusia dan yang membuat hidupnya sebagai perjuangan moral yang tak berkesudahan: Syeitan menghadang manusia dari setiap arah, sementara manusia mempertahankan diri (iman)-nya dengan berpegang teguh pada fithrah. Kenyataannya ada manusia yang berhasil dijerumuskan di dalam kesesatan, tetapi banyak yang tidak bisa dijerumuskan karena tipudaya syeitan tidak mempan terhadap manusia yang benar-benar shalih (mukhlash).
Setiap orang yang beriman dan bersandar kepada Allah serta memiliki kemauan mengatasi godaan-godaan syeitan pasti akan dilindungi, karena terus berpegang teguh kepada fithrah yang tidak dapat diubah, meski untuk sementara waktu bisa terganggu (QS al-Rum/30: 30). Dapat dimengerti, fithrah sendiri berarti "agama yang benar" yakni agama tauhid, "kesucian" atau "asal kejadian".
Untuk bisa memahami kehidupan diri kita di dunia terarah mendekati fithrah .. man 'arafa nafsahu 'arafa rabbahu --orang mengenal dirinya maka mengenal Tuhan-nya, karena itu tentunya perlu membuka hati nurani/suara hati (conscience, qalbu), fisik menyertai mental-spiritual menempatkan diri dalam "posisi tenang", menghambakan diri, menghening.. secara perlahan sisi-sisi rasa kepekaan, penghayatan, kelembutan hati, kasih sayang arahkan ke dalam qalbu sambil tarik nafas sebut Allah dan buang nafas sebut Allah terus-menerus sampai terasa muncul kematangan diri.. hadirkan di sela-sela ini sambil munculkan sikap diri sedang diawasi (muraqabah) dan merendah (tadlarru') di hadapan Allah 'Azza wa Jalla, ternyata kita hina, lemah, punya kotoran dan salah, rasanya tidak bisa hidup sendiri dan memerlukan penolong.
Dzikru Ismidz Dzat Allah Allah Allah.. lakukan terus --secara halus-- sambil memberi sinyal ke seluruh anggota tubuh, letakkan telapak kanan di dada kiri sambil berdoa Allahumma innaKa 'Afuwun tuhibbul 'afwa fa'fuw 'anni Ya Karim (Ya Allah sungguh Engkau Maha Pemaaf mencintai pemaafan maka maka maafkanlah aku Wahai Yang Maha Santun).. berikan senyum (meski dengan bahasa mental) dengan perasaan hati terbuka. Lepaskan beban -beban, jenuh, bosan.. hadirkan "diri pribadi secara utuh".
Biarkan hati terbuka, biarkan hikmah terbuka, biarkan pikiran istirahat, lepaskan kesibukan.. beralih cinta, mahabbah kepada Allah, kedekatan dengan-Nya.. hendak rindu dan bersama hamba-hamba Allah yang shalih, yang pernah renggang atau jauh dari aku.
Karena itu benar hubungan kekeluargaan atau shilaturrahim perlu, apalagi menampilkan sikap maaf-memaafkan, sungguh kelembutan hati tersentuh karena pribadi muttaqin dianjurkan agar melaksanakan satu dari tiga sikap dari seseorang yang melakukan kesalahan terhadapnya: menahan amarah, memaafkan, dan berbuat baik kepadanya (QS Ali Imran/3: 134).
Mari kita melihat ke relung dalam pribadi kita dengan jujur mengatakan bahwa setiap manusia itu "sama berawal yang secara alamiah dari ciptaan, dibentuk dan ditiupkan ruh oleh Allah ke dalam diri manusia", berarti kita sama-sama anak cucu Adam.
Jadi "memaafkan" termasuk bagian beragama, rasanya perlu qalbu kita hadir (hudlurul qalbi) di hadapan Allah agar tidak terkesan main-main, kesaksian akal pikiran (syuhudul 'aqli) pun mengenai apa yang sedang dikerjakan penting agar tidak keliru, serius menjalani amal (khudlu'ul arkan) juga penting agar tidak terkesan hampa, dan hening mematuhi gerak-gerik psikis (khusyu'ul jawarih) pun perlu agar tidak terjadi kesalahan. Marilah kita menjalankan ibadah dan muamalah, senantiasa melakukan saling maaf memaafkan, ikhlas menghapus bekas-bekas luka di dalam hati dan bersedia berjabat tangan. Mari kita buka lembaran baru dan tutup lembaran lama.
Allahumma inna nas`aluKa al-'afwa wal 'afiyata wal mu'afata ad-da`imata fi dinina wa dunyana wa ahlina wa malina Allahummastur 'auratana wa aamin rau'atana Allahummahfazhna min baini yadayna wa min khalfina wa 'an yaminina wa 'an syimalina wa min fauqina wa na'ufzu biKa an nughtala min tahtina wa shallallahu'ala Sayyidina Muhammadin wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallama.
Selamat hari 'Iedul Fithri 1444 H, mohon maaf lahir-batin.