Maha suci Dia (Allah) yang memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) di suatu malam, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang Kami berkati sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia (Allah) Maha mendengar dan Maha melihat (QS al-Isra'/17: 1)
Informasi terpenting peristiwa yang dialami oleh Nabi Muhammad adalah perjalanan malam atau Isra’ Beliau, serta titik tolak Beliau melakukan Mi’raj, menuju Sidratil-Muntaha, menghadap Allah SWT, Tuhan Seru Semesta Alam. Ketika di Masjidil Aqsha menjadi imam shalat bagi seluruh Nabi dan Rasul Allah. Hal ini melambangkan kontinuitas agama Allah yang dibawa oleh para Rasul, dan agama itu berkembang sejak dari bentuk yang dibawa oleh Nabi Adam ‘alaihissalam menuju bentuknya yang terakhir dan sempurna, yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalla-llahu 'alaihi wa sallam. Karena itu Nabi Muhammad SAW menjadi imam para Nabi dan Rasul, menegaskan bahwa Beliau penutup para Nabi dan Rasul, mewakili puncak perkembangan agama Allah, yaitu Islam.
Tentang bagaimana dapat terjadi bagi Nabi Muhammad melakukan Isra' dan Mi'raj, adalah termasuk ranah apa pun yang dikehendaki Allah (masyi'atullah) tentu akan terjadi. Sekarang dengan penglihatan potensi keilmuan modern, kaum beriman dapat dibantu teori kenisbian waktu, yaitu manusia mengalami ke masa lalu dan masa mendatang. Hal ini sudah dituangkan dalam tulisan-tulisan science fiction seperti konsep "lorong waktu" (time tunnel) maka mungkin saja Nabi Muhammad dalam Isra'-Mi'raj-nya, dengan kehendak Allah Beliau terbebas dari belenggu dimensi ruang-waktu sehingga Allah mengizinkan perjalanan dalam "lorong waktu". Akibatnya Beliau dapat melihat dan mengalami hal-hal di masa lalu dan masa mendatang sekaligus. Allah 'Azza wa Jalla sendiri pun tidak terikat ruang-waktu, bahkan ruang dan waktu tidak lain adalah ciptaan Allah semata.
Terlepas ada bantuan potensi keilmuan teori modern atau tidak, justru yang diutamakan perlu adalah kesadaran untuk percaya, atau iman. Orang pertama yang mempercayai Nabi Muhammad melakukan Isra' dan Mi'raj adalah Abu Bakar. Kesadaran beriman pada diri Abu Bakar telah mencapai maksimal, sebagaimana dapat diamati dalam sikapnya terhadap peristiwa Nabi tersebut. Setiap kali Nabi Muhammad SAW menyampaikan berita tentang Isra'-Mi'raj, Abu Bakar merespon dengan ucapan shadaqta (Anda benar --wahai Rasul). Oleh karena itu, tingginya penghayatan kesadaran iman (kepercayaan) Abu Bakar ini diabadikan dengan gelar Ash-Shiddiq yang diberikan oleh Nabi Muhammad Rasul Allah. Itulah kesadaran iman Sahabat Nabi, Abdullah bin Abu Quhafah atau yang lebih dikenal dengan Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq pada peristiwa Isra'-Mi'raj Rasul Allah patut diteladani. Jika kita meneladani Sahabat Nabi tentu akan mendapat petunjuk (hidayah) dari Allah. Aamiin
Allahu A'lamu bish-shawab
Dr. H. Sa'dullah Assa'idi, M.Ag.
Rektor Unisnu Jepara